Jakarta, Pupuk bersubsidi dan penyalurannya melalui Kartu Tani hingga akhir tahun 2021 silam masih rumit. Padahal, pupuk bersubsidi menjadi kebutuhan wajib petani. Karena itu, Komisi IV DPR RI membentuk Panja Pupuk Bersubsidi-Kartu Tani untuk membedah kerumitan dan memberikan rekomendasi serta solusi atas permasalahan tersebut.
"Setelah melalui masa sidang, dengar pendapat dan kunjungan langsung. DPR RI mencari formula terbaik untuk mengatasi secara tuntas permasalahan program pupuk bersubsidi. Sekarang kami (Komisi IV DPR RI) memberikan beberapa rekomendasi terkait pupuk bersubsidi agar bisa dilakukan di tahun 2022 ini," sebut Ketua Panja Pupuk Bersubsidi dan Kartu Tani, Budisatrio Djiwandono yang juga menjadi Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dalam Rapat Kerja tahun 2022 dengan Kementerian Pertanian, Senin (24/01).
Budisatrio kemudian membacakan poin-poin rekomendasi Kebijakan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi tahun 2022 ini. Dimulai dengan rekomendasi untuk membatasi jenis komoditas yang mendapatkan pupuk bersubsidi. Rekomendasi pembatasan ini berdasarkan pada kebutuhan pangan pokok dan komoditas berpengaruh pada inflasi/komoditas strategis pertanian sesuai Perpres 59/2020 tentang Perubahan atas Perpres 71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting serta Kepmentan 484/2021. "Mengingat anggaran pupuk bersubsidi sangat terbatas dan ada lebih dari 70 komoditas yang mendapatkan pupuk bersubsidi," sebutnya.
Karena itu, Panja meminta pemerintah (Kementan) untuk menyerahkan data spasial dan pemetaannya kepada DPR RI pada Rapat Kerja Masa Sidang berikutnya. "Apabila tidak diberikan, DPR RI tidak akan merekomendasikan pemberian pupuk bersubsidi pada komoditas perkebunan. Tim Panja juga merekomendasikan agar alokasi pupuk bersubsidi untuk perikanan budidaya dialihkan ke komoditas prioritas pertanian yang sudah ditentukan oleh pemerintah," jelasnya.
Tak hanya membatasi jenis komoditas, Panja juga merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengurangi jenis pupuk bersubsidi hanya pada NPK dan Urea. Rekomendasi ini disesuaikan pada usulan dan kajian pemerintah bahwa NPK dan Urea sangat penting bagi peningkatan produksi tanaman dan memperkuat tumbuhnya akar untuk mudah menyerap zat hara tanah. "Bahan baku NPK sekarang juga masih impor sehingga petani masih membutuhkan subsidi untuk menjangkau pupuk tersebut," tambahnya.
Mengenai batas luasan penguasaan lahan yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi, Panja merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyesuaikan. Penyesuaian ini berdasarkan kriteria dalam UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU 22/2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan dan UU 41/2009 tentang Perlidungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.
Untuk tata kelola pupuk bersubsidi, Panja merekomendasikan untuk membuka kesempatan seluas-luasnya kepada BUMDES, Koperasi dan atau Gapoktan sebagai kios/penyalur pupuk. Panja juga merekomendasikan kepada PT Pupuk Indonesia sebagai PIHC untuk membuka 1000-1500 kios baru setiap tahunnya di seluruh Indonesia sesuai peraturan yang berlaku. Panja juga mendorong kepada produsen untuk membuka lini III pada sentra pertanian. "Untuk Kartu Tani, Panja mendorong agar PIHC dan Himbara memperbaiki infrastruktur kartu tani dan memberikan sosialisasi terkait tata cara penggunaan kartu tani kepada petani," tuturnya.
Mengenai rekomendasi penetapan alokasi pupuk bersubsidi per kabupaten per provinsi ditetapkan Pemerintah (Kementan) secara proporsional berdasarkan luas areal tanam dari komoditas yang mendapatkan pupuk bersubsidi dengan mengacu pada data spasial.
Dalam pengawasan, Panja merekomendasikan kepada pemerintah untuk meningkatkan pengawasan pupuk bersubsidi secara komprehensif, termasuk peningkatan anggaran pengawasan. Termasuk meningkatkan pendampingan pelatihan dan sosialisasi pupuk bersubsidi sesuai dosis yang dianjurkan.
"Pemerintah diharapkan melaksanakan rekomendasi yang diajukan Panja Pupuk Bersubsidi dan Kartu Tani Komisi IV DPR RI pada tahun 2022," tandas Budisatrio.
Sementara itu Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin mengatakan dengan adanya pembatasan seperti yang direkomendasikan Panja ini, pemerintah bisa melakukan pemetaan mengenai daerah sentra mana saja yang memerlukan pupuk bersubsidi.
Mengenai pengumpulan data (collect data) E-RDKK yang menjadi landasan penyaluran pupuk bersubsidi, Sudin meminta kepada Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) agar tidak melakukan collect data e-rdkk per tahun. "Tetapi 4-5 tahun, namun per tahun dan diawasi secara ketat. Padahal untuk kebutuhan data alokasi pupuk bersubsidi ini, Ditjen PSP menganggarkan Rp 70 miliar per tahun," sebutnya.
Selama ini, diakui Sudin Kementan selalu sosialisasi kepada Gubernur, Kabupaten/Kota bahkan Camat untuk mengumpulkan kebutuhan pupuk. “Disinilah tidak sinkronnya. Daerah butuh 23 juta ton, sedangkan anggaran cuma 9 juta ton. Mereka mengharap-harap, malah kecewa karena enggak dapat,” tuturnya.
Komisi IV DPR RI juga merekomendasikan pembatasan HET Pupuk Non Subsidi karena saat ini non subsidi 10 ribu bahan baku naik 100 persen, bisa tambah mahal. Selisih antara pupuk bersubsidi dengan non subsidi ini bisa dibicarakan antara PIHC, Kementan dan Kemenkeu.
Sumber : tabloidsinartani.com